Peringati Hari Jadi Banyumas ke 453, Budayawan NasSirun PurwOkartun Ajak Para Guru Mengenal Sejarah dan Keteladanan Leluhurnya

FAJARLAMPUNG.COM – Banyumas, Budayawan Banyumas, NasSirun PurwOkartun menyatakan momentun hari jadi Banyumas ke 453 yang diperingati setiap tanggal 22 Februari hendaknya dijadikan momentum kembali mempelajari sejarah Banyumas. Salah satunya dengan membaca kembali naskah-naskah Babad Banyumas. Hal itu penting untuk kepentingan bersama.

Bagaimana mengajak bahwa ini adalah kepentingan bersama untuk menjaga sejarah Banyumas dari sumber aslinya, jangan sampai membaca sejarah dari sumber yang tidak jelas dasarnya.

“Kepentingan saya adalah mengajak para guru yang hadir pada hari ini mengenal Babad Banyumas sebagai sumber sejarah Banyumas. Bukan hanya mempelajari an sich sejarahnya saja. Saya ingin orang Banyumas kembali menjadi manusia yang berkarakter khas Banyumas,” ujar NasSirun dalam Bahas Babad Banyumas di Bale Babad Banyumas, Desa Mandirancan, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (22/2/2024).

Ia mengatakan bahwa pembentukan karakter manusia Banyumas role modelnya sudah ada. “Misalkan kita mengambil salah satu tokoh dari Babad Banyumas, yakni Raden Baribin, sifat dari karakter manusia yang bisa dibentuk sejak dini atau usia sekolah.”

Kata NasSirun, Raden Baribin itu sosok yang terusir dari Majapahit akan tetapi dia berjuang keras untuk tidak mengutuk nasibnya atas kemalangannya karena terusir dari kerajaan tapi justru dia bisa bangkit dari keterpurukan itu. Semangat bangkit dari keterpurukan, tidak mudah menyerah dan tidak mudah kalah itu salah satu poin karakter manusia Banyumas untuk meniru leluhurnya, dan masih banyak lagi contoh-contoh keteladanan dan nilai nilai manusia Banyumas lainnya.

“Saya tergerak untuk menyelamatkan naskah yang selama ratusan tahun tidak pernah terbaca. Tidak terbaca karena memang pertama naskah tersebut sulit ditemukan, di Dinas Arsip Daerah tidak ada naskahnya, yang ada hanya pada para kolektor dan itupun sulit diakses oleh masyarakat umum,” ujarnya.

Selain itu, NasSirun menilai sepertinya pemerintah daerah belum tergerak untuk mengumpulkan naskah Babad Banyumas yang sangat kaya jumlah dan variannya. “Dengan naskah ini menandakan bahwa leluhur orang orang Banyumas itu intelek dan juga melek literasi,” imbuhnya.

“Saya ingin mewariskan semangat literasi ini, tetapi kenapa hari ini kita malah tidak membaca jejak jejak kekayaan intelektual para leluhur kita,” ucapnya.

Persoalan selanjutnya yaitu belum adanya titik temu bahwa hal ini penting dan belum banyak pihak yang mau menyelamatkan naskah Babad Banyumas untuk mengetahui sejarah masa lalu Banyumas.

“Bagi saya Babad Banyumas itu sama halnya dengan biografi, kalau kita ingin mengetahui seorang tokoh maka baca biografinya, begitu pula kalau kita ingin mengetahui sebuah wilayah maka kita baca sejarahnya. Sejarah wilayah itu dimulai dari naskah tradisional yang disebut babad.”

Belanda saat menjajah Banyumas itu salah satunya harus mengetahui masa lalu Banyumas baik sejarahnya, budayanya, sosialnya dan kita lupa ternyata itu penting menghidupkan dan memajukan Banyumas berdasarkan kajian naskah Babad.

“Saya khawatir akan hilang karena sekarang ini naskah yang saya kumpulkan hanya copy an saja, sementara naskah asli yang dimiliki oleh pihak keluarga hampir semuanya hilang karena beberapa kasus warisan yang disimpan dirumah (kejadian nyata) ketika penyimpan naskah itu diwariskan kepada keturunannya lalu keturunannya menjual tanah dan rumahnya, naskah naskah itu dianggap sampah sampah yang tidak berguna karena tidak paham.”

Jadi foto-foto dan naskah naskah lama Banyumas dibuang begitu saja, harta yang berbentuk tulisan tersebut luput untuk diselamatkan.

“Saya mempunyai 2 orang guru yang concern terhadap sejarah Banyumas ini, yang pertama dr. Soedarmadji beliau adalah orang yang sangat concern untuk menyelamatkan naskah naskah. Beliau mampu mengkomparasikan antar naskah-naskah tersebut namun sayangnya tidak ditulis dan dibukukan, tapi koleksi naskahnya luar biasa.”

Kedua, Prof. Dr. Sugeng Priyadi, beliau menjadikan naskah-naskah tersebut sebagai bahan kajian sehingga beliau dinobatkan sebagai guru besar karena menjadikan Banyumas sebagai bahan kajian.

“Sedangkan saya menjadi pihak ketiganya, di level menjadikan bacaan orang awam yang ingin tahu sejarah Babad Banyumas dengan bahasa yang sangat sederhana.”

NasSirun bercerita, ia selalu bilang kepada generasi milenial bahwa mengetahui masa lalu tanah kelahiran itu adalah seperti mengenang orang tua kita bahkan jati diri kita. Jadi ketika kita tidak mengenal siapa jati diri kita seperti orang hilang ingatan masa lalunya. Karena orang yang hilang ingatan tidak punya masa lalu dan masa depan.

“Jadi untuk dibaca generasi hari ini dan untuk bisa menganggap bahwa Babad Banyumas itu penting saya bukan orang yang bisa melakukan hal itu. Saya punya kemampuan terbatas dan yang ingin saya katakan adalah silakan kalau memang ini penting yang kalian lakukan sesuai dengan kemampuan untuk menganggap bahwa ini adalah penting untuk dilakukan digitalisasi atau dokumenterkan,” tambahnya.

“Kemampuan saya hanya melakukan membahasakan naskah-naskah tersebut yang awalnya tidak bisa dibaca menjadi bisa dibaca, naskah yang tidak bersuara menjadi bersuara. Oleh itu sudah tidak ada alasan lagi kita tidak bisa baca sejarah karena tertulis dalam huruf jawa, dibentuk dalam muwashofat yang sudah ada bahasa indonesianya, tinggal generasi milenial wahanakan,” pungkasnya. (Denis)