Pilkada Inklusif dan Ramah Disabilitas: Pengalaman Siswa-Siswi Rumah Autis dalam Pesta Demokrasi

FAJARLAMPUNG.COM, Kota Bekasi – Rabu, (27/11/2024) Kisah siswa-siswi Rumah Autis berpartisipasi dalam Pilkada Inklusif. Mulai dari tantangan administratif hingga solusi kreatif, pengalaman mereka menunjukkan pentingnya demokrasi yang ramah disabilitas.

Pilkada merupakan momen penting dalam demokrasi Indonesia. Pada pelaksanaannya, inklusivitas menjadi salah satu kunci keberhasilan. Insan Berkemampuan Khusus memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi. Melalui pengalaman dari siswa/siswi Rumah Autis, kita dapat belajar bagaimana proses ini dijalankan dengan ramah dan penuh pengertian. Dimana ragam disabilitas mental dengan Insan Berkemampuan Khusus kategori autisme ikut berpartisipasi penuh pada Pilkada 2024.

Salah satunya adalah pengalaman Fika yang mengikuti pilkada dengan lancar dan semangat. Ia dapat menjalankan hak pilihnya dengan baik dan didampingi oleh ibunda tercinta. Beberapa hari sebelum pilkada, Fika menerima undangan resmi untuk mencoblos. Lalu pada hari H, ibunda Fika mengisi formulir khusus untuk pendampingan. Formulir ini menjadi syarat agar Fika dapat dibantu selama proses pemilihan.

Selama di TPS, Fika mendapat perlakuan yang ramah dari petugas KPPS. Semua tahapan, mulai dari pendaftaran hingga memasukkan surat suara ke kotak, berjalan lancar di TPS 06 Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pendampingan ibunda sangat membantu Fika dalam memahami proses ini.

Hal serupa juga dialami oleh Adan, dimana penyaluran hak pilihnya berjalan sesuai dengan prosedur mulai dari pendaftaran hingga selesai. Adan melakukan pemungutan suara dengan lancar di TPS 49 Mustika Sari, Bekasi, Jawa Barat.

Selain itu, terdapat pengalaman Ihsan yang tetap memiliki kesempatan menyalurkan hak pilihnya meski menghadapi hambatan administratif. Sampai hari H Ihsan tidak mendapatkan surat undangan, dimana ternyata namanya tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Meskipun demikian, keluarga Ihsan memutuskan untuk tetap datang ke TPS 19 Jatiluhur, Kota Bekasi, Jawa Barat setelah pukul 12.00 siang, seperti yang disarankan oleh petugas KPU.

Di TPS, KPPS dengan sigap membantu proses pemungutan suara. Meskipun pada awalnya ibunda sempat tertahan di bilik suara karena kurangnya pemahaman tentang pendampingan anak autis, namun penjelasan yang diberikan membuat petugas memahami situasi tersebut. Ihsan pun dapat mencoblos dengan didampingi ibunda. Ibunda Ihsan mengapresiasi respon cepat petugas KPPS yang ramah dan kooperatif, serta lingkungan sekitar yang dinilainya sudah cukup inklusif.

Namun kisah unik datang dari Fani, siswa Rumah Autis lainnya. Kendala mood tiba-tiba menjadi tantangan saat proses Pilkada, tetapi petugas KPPS berhasil menciptakan solusi yang inklusif. Fani mengalami perubahan mood dan tidak mau turun dari mobil saat tiba di TPS 074 Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Akan tetapi hal ini tidak menjadi penghalang. Anggota KPPS berinisiatif membawakan kertas suara ke mobil tempat Fani berada. Mereka juga membawa kotak suara dan tinta agar memastikan Fani tetap dapat mencoblos sesuai prosedur.

Ibunda Fani merasa puas dengan pelayanan petugas KPPS yang sangat kooperatif meskipun tidak ada fasilitas khusus untuk autisme. Ia berharap di masa depan akan ada pelatihan dan sosialisasi lebih lanjut bagi petugas KPPS agar dapat melayani kebutuhan Insan Berkemampuan Khusus dengan lebih baik lagi.

Pengalaman Fika, Adan, Ihsan, dan Fani menunjukkan bahwa inklusivitas dalam Pilkada dapat diwujudkan dengan kolaborasi antara keluarga, masyarakat, dan petugas. Namun, masih ada perbaikan yang dapat dilakukan, seperti penyediaan fasilitas ramah disabilitas di TPS, sosialisasi dan pelatihan bagi petugas KPPS agar lebih memahami cara melayani anak-anak dengan kebutuhan khusus, kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya inklusivitas dalam demokrasi, serta memastikan data pemilih disabilitas tercatat dengan baik, sehingga tidak ada yang terlewat.

Pilkada yang inklusif adalah wujud nyata dari demokrasi yang menghargai semua individu tanpa terkecuali. Melalui pengalaman Fika, Adan, Ihsan, dan Fani kita melihat bagaimana langkah kecil dapat membawa perubahan besar. Semoga ke depannya, partisipasi anak-anak autisme dan penyandang disabilitas lainnya dalam Pilkada semakin mudah dan bermakna.

Salah satu orang tua siswa juga turut memberikan harapannya untuk lingkungan inklusif yang lebih baik kedepannya.

“Semoga masyarakat dapat mengenal lebih dekat teman-teman autis, agar bisa lebih paham dan menghargai mereka. Dan untuk pemerintah semoga akan ada peningkatan mengenai fasilitas umum bagi penyandang disabilitas, termasuk anak-anak dengan autisme,” pungkas Ibunda Fika. (*)