Pengakuan Tanah Ulayat di Lampung Punya Landasan Kuat, Advokat Minta BPN dan Pemda Bertindak
FAJARLAMPUNG.COM, Bandarlampung – Kantor Hukum Asima & Lawyers menegaskan keberadaan tanah adat atau tanah ulayat di Provinsi Lampung masih diakui secara hukum dan memiliki dasar kuat secara historis maupun sosial.
Pernyataan ini disampaikan menanggapi pernyataan viral salah satu anggota Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Mesuji yang menyebut “tanah adat di Lampung tidak ada” dalam konteks penertiban lahan oleh PT Sumber Indah Perkasa di wilayah Buay Mencurung, Kabupaten Mesuji.
Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Cabang Bandar Lampung, Alian Setiadi, menegaskan bahwa keberadaan tanah adat di Lampung telah dijamin konstitusi.
“Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 secara jelas mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, termasuk hak atas tanah, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya, Selasa (15/10/2025).
Selain itu, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960 juga menegaskan pengakuan atas hak ulayat selama masih ada dalam kenyataan.
Menurut Alian, berbagai marga di Lampung masih menerapkan hukum adat yang mengatur kepemilikan, pengelolaan, dan pemanfaatan tanah ulayat sebagai bagian dari identitas budaya serta sumber penghidupan masyarakat.
“Tanah adat bukan sekadar lahan ekonomi, melainkan ruang hidup yang memiliki nilai sosial dan spiritual,” tegasnya.
Alian menilai, pernyataan bahwa tanah adat tidak ada di Lampung merupakan bentuk upaya delegitimasi terhadap masyarakat adat yang berpotensi memperparah konflik agraria dan membuka ruang bagi perampasan lahan.
“Narasi seperti ini sering kali digunakan untuk melegitimasi penguasaan lahan oleh korporasi, bahkan menimbulkan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan wilayahnya,” kata dia.
Ia mencontohkan sejumlah konflik agraria di Lampung yang berakar pada sengketa batas wilayah adat dan tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan.
“Justru fakta adanya konflik membuktikan bahwa tanah adat itu nyata dan masih dikelola masyarakat,” ujarnya.
Kantor Hukum Asima & Lawyers menyerukan pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan aparat penegak hukum agar mengambil langkah konkret.
Langkah tersebut antara lain menghentikan narasi yang menafikan keberadaan tanah adat, meninjau ulang izin dan HGU yang bermasalah, serta mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta wilayahnya sesuai amanat konstitusi.
“Kami berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat adat di Lampung dalam memperjuangkan hak mereka atas tanah ulayat,” ucap Alian.
Kantor Hukum Asima & Lawyers juga mengajak semua pihak, termasuk pemerintah dan korporasi, untuk menghormati hak-hak masyarakat adat demi mencegah konflik agraria dan menjaga keberlanjutan sosial di daerah. (*)