OPINI

DEWAN KEHORMATAN

Oleh : Dr. Media Sucahya, M.Si

Dosen Universitas Serang Raya, Banten

FAJARLAMPUNG.COM – Belum  lekang dari ingatan publik, saat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberhentikan Ketua KPU Hasyim Asy’ari pada Juli 2024. Pemberhentian karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu  dengan melakukan tindakan asusila terhadap seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri  Belanda.

Jauh sebelumnya, tepatnya November 2023 hal serupa juga terjadi.  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberhentikan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Baik Hasyim Asy’ari dan Anwar Usman menaati hasil keputusan Dewan Kehormatan. Kedua pejabat tersebut langsung secara sukarela mengundurkan diri.

Dewan Kehormatan  dibuat  dalam setiap organisasi sebagai penjaga etika dan penegak kode etik.  Bagi instusi negara seperti MA dan KPU, Dewan Kehormatan memiliki wewenang  penuh  dalam memberikan keputusan terhadap pelanggaran kode etik. Kemudian keputusan Dewan Kehormatan langsung dipatuhi, tidak ada perlawanan bagi pengurus yang dinyatakan melanggar kode etik.

Bagi organisasi non-pemerintah, keputusan Dewan Kehormatan–yang seharusnya diindahkan-bisa jadi tidak dipatuhi. Bentuk perlawanan individu yang dipecat Dewan Kehormatan, dilakukan dengan berbagai cara. Ikatan Dokter Indonesia  (IDI)  memiliki  badan otonom yang dibentuk secara khusus untuk menegakkan etika profesi kedokteran, yang bernama Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). MKEK Nomor 0312/PP/MKEK/03/2022 memutuskan pemberhentian Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) sebagai anggota IDI. Keputusan MKEK tersebut disahkan dalam Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022). Terawan mematuhi putusan IDI. Lalu perlawanan yang dilakukan Terawan, membentuk Persatuan Dokter Seluruh Indonesia.

Kasus yang serupa, terjadi di organisasi Persatuan Wartawan Indonesia. Gatra.com (16/7/2024)  memberitakan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Sasongko Tedjo telah memberhentikan penuh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendry Ch Bangun sebagai Ketua Umum PWI Pusat. Keputusan lainnya, keanggotaannya sebagai anggota  PWI dicabut. Keputusan pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 yang ditetapkan di Jakarta pada 16 Juli 2024. Hendry dinilai Dewan Kehormatan telah melanggar Kode Perilaku Wartawan (KPW), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Peraturan Dasar (PD), dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI.  Namun hingga tulisan ini dibuat (4/10/2024), Hendry Ch.Bangun menolak keputusan Dewan Kehormatan.

Kode Etik dan Etika               

Pelanggaran kode etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang ditetapkan dalam kode etik masing-masing profesi atau institusi.  Pembuatan kode etik, berbasis pada etika. Etika tidak  berbicara tentang benar dan salah. Etika berbicara tentang  apa yang baik dan buruk, mengenai hak dan kewajiban moral. Etika merupakan  kumpulan asas atau nilai yang berhubungan dengan ahlak dan nilai benar atau salah yang dianut dalam masyarakat.

Maka etika sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena menjadi landasan dasar atau pertimbangan setiap perilaku manusia. Maka tugas Dewan Kehormatan dalam  penegakan kode etik sangat penting untuk menjaga integritas dan profesionalisme.

Bila pelanggaran kode etik dibiarkan akan memberi implikasi pada rendahnya kepercayaan publik kepada PWI. Kemudian, tingkat kepercayaan yang rendah akan berdampak menurunkan kepercayaan publik sehingga berpotensi melemahkan kepercayaan produk anggota PWI. Kinerja wartawan berpotensi kurang mendapat apresiasi dari publik.

Ke depan, dalam menjalankan organisasi PWI yang profesional, harus didukung sumber daya yang mempunyai kemampuan pengetahuan hukum dan moral. Pengurus harus berpegang teguh pada komitmen sumpah jabatan, hukum yang mengaturnya, serta kode etik, agar roda kerja organisasi  dapat berjalan dan menjadi bagian penting dalam menjaga demokrasi.

Maka yang menjadi pertanyaan besar, kenapa keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat, yang telah memberhentikan Ketua Umum PWI Pusat, tidak diindahkan. Mengutip lagu Rhoma Irama, Terlalu.(*)