Kampus Tanpa Rokok dalam Indikator Akreditasi Perguruan Tinggi di Indonesia

FAJARLAMPUNG.COM, Jakarta – TCSC IAKMI (Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, bekerjasama dengan AAKIPT (Aliansi Akademisi Komunikasi Komunikasi untuk Pengendalian Tembakau) dan Puskalit Kesehatan dan Gender LSPR Institute, hari ini Rabu, (16/10/2024) di Jakarta mengadakan Diskusi Publik secara luring dan daring, mengenai elemen Kampus Tanpa Rokok untuk masuk dalam Indikator Akreditasi Perguruan Tinggi di Indonesia.

Diskusi publik ini merupakan kelanjutan dari 2 Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Tujuan dari Diskusi Publik ini, untuk menyampaikan pemahaman pentingnya Kampus Tanpa Rokok sebagai indikator akreditasi perguruan tinggi di Indonesia, sekaligus indikator apa saja terkait Kampus Tanpa Rokok, yang bisa menjadi instrumen akreditasi perguruan tinggi.

Selain itu, tujuan diskusi publik ini juga untuk mengembangkan dukungan stakeholder terkait masuknya indikator implementasi kampus tanpa rokok dalam akreditasi PT di Indonesia, sebagai salah satu upaya penurunan angka perokok di kalangan generasi muda Indonesia.

Hadir sebagai pemantik diskusi adalah dr. Sumarjati Arjoso, SKM., Ketua TCSC IAKMI mengenai “Situasi Terkini Pengendalian Tembakau di Indonesia”; Prof. Dr. Eni Maryani, M.Si., Ketua AAKIPT menyampaikan tentang “Hasil Analisis dari Sesi Focus Group Discussion yang Telah Terlaksana”; Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH., Ketua Pokja KTR di Universitas Indonesia, mengenai Praktek Baik Proses KTR di UI; Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D., Majelis Akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, mengenai “Kebijakan Kampus Tanpa Rokok dalam Akreditasi” dan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur P2PTM, Kemenkes, RI, mengenai “Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia”. Sedangkan para peserta aktif terdiri dari kalangan akademisi, lembaga asesor, jaringan pengendalian tembakau dan media.

Seperti kita ketahui, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dilarang untuk kegiatan merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau di lingkungan kampus. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 151 ayat (1), terdapat tujuh KTR yang terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum, serta tempat lain yang ditetapkan. Lingkungan kampus termasuk dalam tempat proses belajar mengajar sehingga KTR perlu diimplementasikan.

Dr. Sumarjati Arjoso, SKM menyayangkan tidak tercapainya target pemerintah dalam RPJMN 2020–2024, khususnya untuk penurunan prevalensi merokok usia 10–18 tahun menjadi 8,7% di tahun 2024. Mengutip Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ia menyampaikan bahwa Indonesia mengalami kelambatan dalam penanggulangan masalah tembakau/rokok, yang ditandai dengan sulitnya mengurangi prevalensi merokok khususnya di kalangan anak di bawah 18 tahun, di mana terjadi kenaikan dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2019. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, menunjukkan bahwa sebanyak 56,5% remaja usia 15–19 tahun merokok setiap hari.

Dalam paparannya tentang analisis hasil FGD sebelumnya, Prof. Dr. Eni Maryani, M.Si. menyampaikan bahwa KTR sudah ada aturan hukumnya secara jelas dalam UU Kesehatan nomer 17/ 2003. “Secara legal memasukan instrumen untuk penegakan KTR di berbagai Universitas sangat bisa dilakukan, karena sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku,” tegasnya. Asesor BAN PT/ LAM PT perlu menilai penerapan budaya berkualitas termasuk upaya mematuhi peraturan yang telah diberlakukan pemerintah terkait dengan penilaian Akreditasi PT sebagai sebagai salah satu alat penjaminan mutu Pendidikan Tinggi.

Senada dengan hal tersebut, Prof. Bambang Suryoatmono, Ph.D. mengatakan bahwa instrumen Kampus Tanpa Rokok bisa menjadi salah satu indikator dalam akreditasi Perguruan Tinggi karena sejalan dengan perundang-undangan yang ada dalam aturan pendirian PT. Justru jika tidak dilaksanakan bisa dianggap pelanggaran terhadap perundang-undangan seperti dinyatakan dalam pasal 1 Permendikbud 7/ 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin PTS. Salah satu pelanggarannya adalah terhadap UU nomer 17/ 2023 tentang Kesehatan, yang di dalamnya mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok di 7 tatanan, antara lain tempat proses belajar mengajar.

“Instrumen Kampus Tanpa Rokok harus menjadi salah satu indikator dalam akreditasi perguruan tinggi untuk meningkatkan lingkungan kampus yang lebih sehat dan merupakan bentuk dukungan sivitas akademika dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia,” jelas dr. Lestari Nurhajati, Ketua Puskalit Kesehatan dan Gender, LSPR Institute. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Kampus Tanpa Rokok juga meliputi kampus tanpa iklan, promosi, sponsor rokok dan bentuk kerjasama apapun dengan industri rokok, termasuk beasiswa Pendidikan.

*

Tentang TCSC IAKMI
Tobacco Control Support Center, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) adalah organisasi yang bernaung di bawah PP IAKMI, berdiri tahun 2007 di Jakarta, adalah organisasi sipil kemasyarakatan yang khusus bergerak di bidang advokasi kebijakan pengendalian tembakau dengan tujuan utamanya menciptakan generasi berkualitas bebas dari zat nikotin rokok yang adiktif.

Tentang AAKIPT
Aliansi Akademi Komunikasi Indonesia untuk Pengendalian Tembakau terdiri dari para akademisi perguruan tinggi di berbagai penjuru Indonesia yang peduli pada isu pengendalian tembakau dan fokus pada kerjasama/ kolaborasi berbagai kegiatan antar kampus baik nasional maupun internasional untuk menciptakan kampus yang sehat tanpa rokok.

Tentang Puskalit Kesehatan & Gender LSPR
Pusat Kajian Literasi Kesehatan dan Gender LSPR Institute merupakan wujud kepedulian LSPR Institute pada permasalahan kesehatan dan gender di Indonesia.