Ritual Tahunan Dandan Kali: Antara Kepercayaan, Kebudayaan, dan Ekologi

FAJARLAMPUNG.COM, Sleman – Dam Manggong di lereng selatan Merapi mendadak ramai, Jumat Kliwon (10/10), saat warga Kalurahan Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, menggelar tradisi tahunan Dandan Kali atau Becekan.

‎Tradisi sakral yang melibatkan warga Dusun Kepuh, Manggong, dan Pagerjuang ini sudah diwariskan turun-temurun sebagai bentuk syukur dan doa agar sungai tetap mengalir serta membawa berkah.

‎“Kami berharap sungai-sungai seperti Gendol, Kretek, dan Kebeng tidak pernah kering,” ujar salah satu tokoh adat setempat.

‎Lurah Kepuharjo, Heri Suprapto, menjelaskan bahwa upacara ini selalu digelar setiap Jumat Kliwon pada musim keempat penanggalan Jawa.

‎Tahun ini, acara dilengkapi dengan kegiatan penanaman pohon di sekitar Kali Gendol.

‎“Kami tanam beringin, gayam, dan aren agar tanah tetap subur dan air terjaga. Ini wujud kepedulian kami terhadap alam,” ungkapnya.

‎Menurut Heri, tradisi ini bukan sekadar budaya, tetapi juga bentuk nyata harmoni manusia dengan alam.

‎Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa, yang hadir dalam acara tersebut memberikan apresiasi tinggi kepada masyarakat Kepuharjo.

‎“Tradisi ini luar biasa, karena bukan hanya melestarikan budaya, tapi juga memperkuat gotong royong dan kepedulian lingkungan,” katanya.

‎Ia berharap tradisi Dandan Kali terus dijaga sebagai identitas dan warisan berharga.

‎“Semoga masyarakat Kepuharjo selalu diberi keselamatan, kesehatan, dan kekompakan,” tambah Danang.

‎Suasana semakin semarak saat alunan karawitan mengiringi pawai bregada membawa nasi becek, sajian khas upacara Becekan.

‎Penampilan teatrikal warga dengan lakon Amurwa Kali Redi Merapi menggambarkan asal-usul tradisi ini, menambah kesakralan acara.

‎Melalui Dandan Kali, masyarakat Kepuharjo menegaskan pesan penting: menjaga warisan budaya berarti menjaga keseimbangan alam—sebuah nilai luhur yang kian relevan di tengah perubahan iklim global.(waw)