Plh Sekda Banten Diduga Langgar Aturan, Usulkan PKN II Tanpa Wewenang
Oleh: Malik Fathoni.SH.,M.Si (Aktivis Kebijakan Publik dan Antikorupsi Banten)
FAJARLAMPUNG.COM, Banten – Tindakan Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah Provinsi Banten, Deden Apriandhi, kembali menuai sorotan tajam. Surat bernomor B-800.1.4.1/165/BKD/2025 yang dikeluarkannya pada 17 Juni 2025, berisi daftar 15 nama calon peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) II dan ditujukan kepada Lembaga Administrasi Negara (LAN). Masalahnya, surat tersebut ditandatangani oleh Plh. Sekda, yang secara aturan tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan strategis.
Aktivis kebijakan publik dan antikorupsi Banten, Malik Fathoni, menilai langkah Plh. Sekda tersebut sebagai tindakan yang melampaui batas kewenangan dan berpotensi melanggar hukum administrasi negara. “Plh. hanya boleh melaksanakan tugas harian, bukan mengeluarkan keputusan strategis seperti mengusulkan pejabat mengikuti PKN II, yang jelas-jelas berkaitan dengan promosi jabatan tinggi pratama,” tegas Malik. Ia merujuk pada Permendagri Nomor 91 Tahun 2019 yang secara tegas melarang Plh. mengambil kebijakan strategis.
PKN II sendiri merupakan prasyarat formal dalam sistem manajemen talenta untuk menduduki jabatan eselon II. Maka, usulan 15 nama tersebut sangat erat kaitannya dengan rencana pengisian 15 jabatan kosong di lingkungan Pemprov Banten. “Ini bukan kebetulan, ini pola. Plh. Sekda diduga menjadi perantara untuk mengondisikan siapa yang akan duduk di kursi jabatan strategis,” ujar Malik.
Tak kalah mencurigakan, salah satu nama dalam daftar usulan adalah Rd. Berly Rizki Natakusumah, adik kandung Wakil Gubernur Banten. “Kalau bukan nepotisme, maka ini setidaknya bentuk intervensi politik dalam proses birokrasi. Ini bentuk pengkhianatan terhadap prinsip meritokrasi dan reformasi birokrasi,” ujar Malik dengan tegas.
Malik menduga kuat bahwa surat ini adalah bagian dari rekayasa manajemen talenta yang tidak transparan. Ia mempertanyakan, apakah para calon tersebut benar-benar hasil pemetaan kinerja dan kebutuhan organisasi, atau hanya daftar yang sudah “disiapkan” untuk mengisi kursi-kursi kosong yang telah ditentukan. “Ini bukan manajemen talenta, ini manajemen kepentingan,” katanya.
Ia juga memperingatkan bahwa jika surat Plh. Sekda ini dijadikan dasar administratif pengangkatan pejabat di masa depan, maka seluruh rangkaian promosi tersebut berpotensi cacat hukum dan dapat digugat. “Satu langkah ilegal bisa merusak seluruh sistem birokrasi,” tambahnya.
Malik menyerukan agar Gubernur Banten segera membatalkan surat tersebut dan mengambil alih langsung proses usulan calon PKN II. “Gubernur sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian tidak boleh tutup mata. Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk yang melemahkan akuntabilitas birokrasi,” katanya.
Ia juga mendorong Komisi ASN, Kementerian Dalam Negeri, dan Ombudsman RI untuk segera melakukan klarifikasi dan investigasi menyeluruh atas dugaan pelanggaran wewenang ini. “Jangan tunggu sampai publik hilang kepercayaan karena praktik semacam ini dibiarkan berulang,” tukasnya.
Malik menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pengisian jabatan kosong di Pemprov Banten harus tetap melalui mekanisme manajemen talenta yang sah dan transparan, bukan melalui jalur Plh. Sekda yang bertindak seolah-olah memiliki mandat penuh. “Hentikan praktik birokrasi akal-akalan. Kami menuntut penataan, bukan pengaturan,” pungkasnya.
(*)